Senin, 28 Mei 2012

Fanatisme sepakbola???


Sepakbola Indonesia kembali berduka. Bukan karena prestasi yang tak kunjung tiba, bukan pula karena makin terpuruknya kualitas, bukan pula soal pengaturan skor dan suap. Tapi, sepakbola Indonesia kembali merenggut nyawa.

Minggu 26 Mei 2012, Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Terjadi pertandingan akbar antara dua seteru abadi. Persija jakarta tim jagoan asal Ibukota melawan Persib Bandung tim kebanggaan asal Jawa Barat. Duel panas yang sebenarnya baru berlangsung sejak era 2000-an ini seolah menjadi magnet persepakbolaan nasional bahkan internasional.

Stadion Utama Gelora Bung Karno tak seperti biasanya, penuh sesak dan tak terlihat bangku kosong, puluhan ribu mata datang untuk menyaksikan secara langsung pertandingan ini. Entah kenapa, ada atmosfer sendiri ketika duel ini terjadi. Suporter kedua tim selalu menunggu tiap musim kompetisi pertandingan ini berlangsung. Pertandingan yang dimaknai duel harga diri.

Bukan omong kosong belaka lagi, ketika pertandingan berlangsung di Jakarta, suporter Persib dilarang datang, begitu pun ketika pertandingan berlangsung di Bandung. Paradigma kedua suporter seolah-olah mengharamkan kaki stadion kebanggaan mereka diinjak oleh suporter lawan. Banyak cerita menarik dari duel ini, duel yang berkesudahan dengan skor akhir imbang berbagi angka dua dengan segala kontroversi gol sesungguhnya berlangsung cukup menarik.

Tapi duel menarik dalam lapangan menjadi duel maut di luar lapangan. Beberapa jam setelah pertandingan berakhir, jejaring sosial twitter mulai mengkicaukan berita buruk. Beberapa suporter terlihat dikeroyok masa di dalam stadion. Ini terjadi bukan hanya 1 kali, namun berkali-kali. Ternyata cukup banyak bobotoh yang secara diam-diam datang untuk menyaksikan duel panas ini.

Sebelum pertandingan ini berlangsung sebenarnya polisi sudah melarang suporter Bandung datang ke Jakarta menyaksikan pertandingan ini. Nampaknya pihak keamanan sudah memprediksikan ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tapi yang dinamakan fanatisme dalam sepakbola, himbauan/larangan tidak akan didengar, yang mereka inginkan hanya datang untuk menyaksikan tim kebanggaan mereka bertanding, walaupun harus bertanding di tempat lawan sekalipun.

Himbauan polisi benar adanya, setelah pertandingan 3 orang dinyatakan tewas. Namun bukan berarti himbauan polisi malah menghalalkan pembantaian/pengeroyokan dilakukan. Sungguh ironi, seseorang ingin menyaksikan pertandingan sepakbola harus merenggut nyawa karena suatu hal yang mereka cintai yaitu tim kebanggan dan sepakbola.

Sepakbola kita masih harus terus belajar, belajar bagaimana memanusiakan seorang manusia. Fanatisme buta lah yang mengalahkan rasa kemanusiaan. Entah apa yang ada dipikiran para suporter, rasa dendam atau memang fanatisme buta yang sudah mengalahkan rasa kemanusiaan. Saya sudah muak sepakbola harus merenggut korban jiwa.

Ingatlah, kalian para suporter yang sudah dibutakan oleh fanatisme, sehebat apapun kalian mendukung tim kebanggaan kalian, bukan berarti tindak kekerasan dihalalkan untuk menunjukan fanatisme dan kebanggaan akan tim yang kalian dukung. 

Mungkin kita dapat mengambil pelajaran kecil dari kasus Fabrice Muamba, pemain asal Bolton yang terkapar di stadion White Hart Line kandang Spurs ini mendapat dukungan dan standing ovation dari suporter tim lawan. Apakah disini hal itu akan terjadi? Bagaimana perlakuan suporter terhadap tim lawan? Teror dengan lemparan botol bahkan dengan petasan selalu menjadi hal menakutkan bagi pemain di sepakbola kita. Apalagi jika bertanya sikap suporter ke sesama suporter lawan. Rasa kemanusiaan telah hilang untuk fanatisme buta ini. Belajarlah bagaimana memanusiakan seorang manusia.  

Sudah cukup, semoga ini menjadi kejadian terakhir dalam sepakbola Indonesia. Ketika sepakbola menjadi menakutkan, haruskah kita melupakan permainan ini???

#bobotohberduka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar